Bandung,
Putera Sang Surya
Beberapa bulan lalu, saya,
adik saya, ibu saya, anak saya, dan keponakan saya berkunjung ke kerabat yang
ada di Tangerang, Banten. Sudah lama memang kami tidak bertemu dan merasa perlu
untuk bersilaturahmi menguatkan hubungan kekeluargaan.
Pulangnya,
sebelum ke Bandung, kami mampir dulu ke Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta, untuk sekedar
bermain-main dan berenang sebentar. Ketika memasukinya, padat benar dengan
kendaraan sehingga keindahan dan kenyamanan tempat wisata itu agak berkurang.
Akan tetapi, kalau padat kendaraan sehingga sulit parkir, bukan hanya masalah
di Taman Impian Jaya Ancol. Hampir semua tempat hiburan di kota-kota besar
Indonesia ini memiliki masalah yang sama dengan kesulitan lahan parkir.
Agaknya, kita membutuhkan lahan parkir yang lebih luas di mana saja.
Di
Taman Impian Jaya Ancol itu kami berenang di dua spot yang ada di sana. Ada
pantai tempat renang utama, ada lagi yang lain terletak pada beberapa puluh
meter dari pantai utama. Ketika berenang di pantai yang utama, jujur saja
ketika memasukinya agak kurang nyaman karena airnya tampak kental berwarna
kehijauan. Mungkin karena banyak orang, banyak pepohonan rindang, dan sirkulasi
pergantian airnya tidak cepat. Akan tetapi, kami coba juga berenang di sana
bersama banyak sekali orang yang sudah berenang. Saya bersama anak-anak mencoba
terus menjauh dari kerumunan orang-orang. Kami memilih bermain di air yang
lebih ke tengah dan lebih dalam.
Ketika
hampir mencapai batas renang yang ditandai dengan tali, beberapa meter sebelum
mencapai tali batas itu, kaki saya mulai menginjak hal-hal yang aneh di dasar
pantai. Pasirnya agak tebal cenderung serasa lumpur tipis. Akan tetapi, hal itu
bisa dimaklumi karena di sana banyak sekali tumbuh rumput laut. Saya pun
beberapa kali mencabut rumput laut itu sekedar ingin tahu. Akan tetapi, hal
yang sangat mengejutkan adalah saya menginjak banyak kain di sana. Apalagi jika
semakin mendekati tali batas renang, semakin banyak kain yang terinjak. Setiap
kali saya melangkah, selalu menginjak kain.
Saya
penasaran, kain apa sih yang saya injak itu?
Ketika
saya ambil dengan kaki saya, ternyata, banyak sekali celana dalam wanita,
celana dalam pria, celana pendek, dan rupa-rupa lagi kain pakaian dalam.
Saya
bertanya-tanya mengapa pakaian-pakaian dalam itu ada di sana?
Masa
ada orang yang ganti celana dalam di dalam air laut di sana, terus membuang
celana sebelumnya di tempat itu juga?
Bagaimana
caranya?
Kami
mulai benar-benar sangat tidak nyaman, kemudian berhenti berenang di sana.
Kami
lebih menyukai spot renang di pantai yang satunya lagi, beberapa meter dari
pantai utama. Meskipun bagian yang bisa direnangi tidak seluas di pantai yang
utama, tetapi airnya lebih bersih dan sirkulasinya lebih cepat berganti. Tak
ada celana dalam berserakan di dasar pantainya. Kami merasa lebih nyaman
berenang pada bagian pantai yang itu.
Di sini lebih menyenangkan
Di sini lebih bersih
Selepas
bermain-main di Ancol, pertanyaan tentang celana dalam yang berserakan
bercampur dengan rumput laut di dasar Pantai Ancol tetap tidak terjawabkan.
Semua berspekulasi tentang penyebabnya. Hal yang mungkin bisa dimengerti adalah
adanya orang-orang yang gemar melakukan ritual “buang sial” di sana. Mereka
membuang celana-celana dalam di sana itu sebagai simbolik “buang sial”. Ada
lagi yang berspekulasi bahwa mungkin saja itu merupakan “syarat” yang diminta “penunggu
gaib” pantai di sana.
Apa
pun penyebabnya, mau ritual “buang sial”, syarat dari penunggu gaib, atau
bahkan sengaja membuang sampah di sana, intinya tetap saja membuat Pantai Ancol
menjadi kotor dan tidak nyaman digunakan. Beruntung Taman Impian Jaya Ancol
masih punya satu spot pantai lagi yang lebih bersih sehingga bisa menjadi
alternatif bagi yang ingin berenang dengan lebih nyaman.
Pantai
Ancol adalah tempat wisata yang sesungguhnya bisa lebih menyenangkan dan lebih
berkualitas jika kebersihan pantai bisa lebih dijaga. Dengan demikian, akan
makin banyak orang yang senang berada di sana, baik wisatawan mancanegera
maupun wisatawan domestik.
No comments:
Post a Comment