Bandung, Putera Sang Surya
Guru merasa malu
mengajarkan PKn karena memiliki kewajiban mengajarkan hal-hal yang positif
kepada anak didiknya mengenai negara dan ketatanegaraan Indonesia, padahal
dalam kenyataannya banyak terjadi korupsi. Perilaku-perilaku sangat tidak
terpuji dari para oknum elit negara itu tidak bisa ditutupi karena para siswa
mengikuti berbagai berita dari berbagai media.
Demikian keluhan dari salah seorang guru PKn di Kota
Bandung saat beraudiensi dengan Komisi Yudisial. Para guru PKn se-Kota Bandung
itu memang diajak berkunjung audiensi oleh Prof. Dr. H. Mohamad Surya ke Komisi Yudisial (KY) di kantor KY Jl. Kramat Raya No. 57, Jakarta Pusat.
Profesor Surya mengajak para guru PKn tersebut adalah
untuk memberikan pengetahuan tambahan, pengalaman, pencerahan, serta ruang
diskusi bagi para guru mengenai berbagai hal yang terkait dengan materi
pelajaran yang menjadi tugasnya untuk diajarkan kepada para siswa.
Dalam audiensi tersebut yang bertindak sebagai pembicara
adalah Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H.; Prof. Dr. H
Mohamad Surya; Dr. H. Gunawan Undang, Drs., M.Si.;
Asep Rahmat Fajar.
Dalam menanggapi keluhan para guru tersebut, Prof. Eman
menjelaskan bahwa memang salah satu tugas KY adalah membersihkan
perilaku-perilaku korup tersebut, khususnya di dalam urusan hukum. KY memang
tidak berhak mengurusi persoalan atau perkara hukum, tetapi berwenang
memberikan penilaian terhadap perilaku, moral, dan etika para hakim mulai hakim
di Mahkamah Agung (MA) sampai dengan ke bawah, termasuk di Mahkamah Konstitusi
(MK). Dengan demikian, KY memberikan sumbangan positif terhadap pemberantasan
korupsi di Indonesia. Para hakim akan senantiasa diawasi KY, kemudian jika terjadi
terjadi pelanggaran etika. KY dapat mengeluarkan rekomendasi kepada MA.
Menurutnya, fungsi terbesar KY adalah menyeleksi hakim agung, menyeleksi hakim
(pengadilan negeri, agama, PTUN, dan militer), melakukan pengawasan eksternal.
Adapun tujuan dibentuknya KY adalah agar
dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat, menjaga kemandirian
kekuasaan kehakiman dengan cara meminimalkan pengaruh politik dalam pemilihan
hakim agung dan pengawasan perilaku hakim, serta menjaga kualitas dan
konsistensi putusan lembaga peradilan karena senantiasa diawasi secara intensif
oleh lembaga yang benar-benar
independen.
Dalam kesempatan itu pun, salah seorang guru yang
memiliki pandangan bahwa kewenangan yang dimiliki KY sangatlah lemah karena
tidak memiliki kewenangan untuk menindak hakim, berpendapat bahwa sebaiknya KY
dibubarkan saja. Dalam menanggapi pernyataan tersebut, Prof. Surya menegaskan
bahwa orang yang menginginkan KY dibubarkan adalah orang yang pikirannya sesat,
pesimistis, dan bukanlah pikirannya seorang guru. Surya menerangkan bahwa KY
sesungguhnya harus didukung penuh dan kewenangannya harus diperkuat, power-nya harus ditambah lagi sehingga
dapat lebih berperan dalam mengatasi permasalahan bangsa.
Dalam istilah Sunda keberadaan KY bisa dipertahankan
dengan dalil komo, yaitu aya KY wae mafia hukum susah diberantas, komo mun euweh KY, ‘ada KY saja
mafia hukum susah diberantas, apalagi kalau tidak ada KY’. *******
No comments:
Post a Comment