TOM FINALDIN

TOM FINALDIN

Monday, February 8, 2016

Malu Mengajarkan PKn


Bandung, Putera Sang Surya

Guru merasa malu mengajarkan PKn karena memiliki kewajiban mengajarkan hal-hal yang positif kepada anak didiknya mengenai negara dan ketatanegaraan Indonesia, padahal dalam kenyataannya banyak terjadi korupsi. Perilaku-perilaku sangat tidak terpuji dari para oknum elit negara itu tidak bisa ditutupi karena para siswa mengikuti berbagai berita dari berbagai media.

            Demikian keluhan dari salah seorang guru PKn di Kota Bandung saat beraudiensi dengan Komisi Yudisial. Para guru PKn se-Kota Bandung itu memang diajak berkunjung audiensi oleh Prof. Dr. H. Mohamad Surya ke Komisi Yudisial (KY)  di kantor KY Jl. Kramat Raya No. 57, Jakarta Pusat.

            Profesor Surya mengajak para guru PKn tersebut adalah untuk memberikan pengetahuan tambahan, pengalaman, pencerahan, serta ruang diskusi bagi para guru mengenai berbagai hal yang terkait dengan materi pelajaran yang menjadi tugasnya untuk diajarkan kepada para siswa.

            Dalam audiensi tersebut yang bertindak sebagai pembicara adalah Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H.; Prof. Dr. H Mohamad Surya; Dr. H. Gunawan Undang, Drs., M.Si.; Asep Rahmat Fajar.

            Dalam menanggapi keluhan para guru tersebut, Prof. Eman menjelaskan bahwa memang salah satu tugas KY adalah membersihkan perilaku-perilaku korup tersebut, khususnya di dalam urusan hukum. KY memang tidak berhak mengurusi persoalan atau perkara hukum, tetapi berwenang memberikan penilaian terhadap perilaku, moral, dan etika para hakim mulai hakim di Mahkamah Agung (MA) sampai dengan ke bawah, termasuk di Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan demikian, KY memberikan sumbangan positif terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Para hakim akan senantiasa diawasi KY, kemudian jika terjadi terjadi pelanggaran etika. KY dapat mengeluarkan rekomendasi kepada MA. Menurutnya, fungsi terbesar KY adalah menyeleksi hakim agung, menyeleksi hakim (pengadilan negeri, agama, PTUN, dan militer), melakukan pengawasan eksternal. Adapun tujuan dibentuknya KY adalah  agar dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat, menjaga kemandirian kekuasaan kehakiman dengan cara meminimalkan pengaruh politik dalam pemilihan hakim agung dan pengawasan perilaku hakim, serta menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan karena senantiasa diawasi secara intensif oleh  lembaga yang benar-benar independen.

            Dalam kesempatan itu pun, salah seorang guru yang memiliki pandangan bahwa kewenangan yang dimiliki KY sangatlah lemah karena tidak memiliki kewenangan untuk menindak hakim, berpendapat bahwa sebaiknya KY dibubarkan saja. Dalam menanggapi pernyataan tersebut, Prof. Surya menegaskan bahwa orang yang menginginkan KY dibubarkan adalah orang yang pikirannya sesat, pesimistis, dan bukanlah pikirannya seorang guru. Surya menerangkan bahwa KY sesungguhnya harus didukung penuh dan kewenangannya harus diperkuat, power-nya harus ditambah lagi sehingga dapat lebih berperan dalam mengatasi permasalahan bangsa.

            Dalam istilah Sunda keberadaan KY bisa dipertahankan dengan dalil komo, yaitu aya KY wae mafia hukum susah diberantas, komo mun euweh KY, ‘ada KY saja mafia hukum susah diberantas, apalagi kalau tidak ada KY’. *******


            

No comments:

Post a Comment