TOM FINALDIN

TOM FINALDIN

Thursday, July 28, 2016

Infrastruktur Jalan di Bumi Parahyangan Kencana Rusak Parah

Bandung, Putera Sang Surya
Komplek Perumahan Bumi Parahyangan Kencana, Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung adalah perumahan yang didirikan sejak awal 1994 oleh Perum Perumnas Regional IV Cabang Bandung. Apabila dihitung sampai dengan 2016, usia perumahan ini sudah mencapai kurang lebih 22 tahun. Selama kurun waktu tersebut, infrastruktur jalan di perumahan tersebut tidak pernah mendapatkan pemeliharaan dan perbaikan yang memadai.
            Infrastruktur di komplek tersebut rusak parah dan tidak layak pakai. Lapisan aspalnya sudah hilang, lapisan batu-batu koral berserakan tidak beraturan, tidak rata, sebagian batu besar menonjol, banyak lubang yang digenangi air, posisinya ada yang miring, sebagian sudah tinggal lapisan tanah merah lembek dan becek, rumput tumbuh di kanan-kiri-tengah jalan, jalan tanah menurun-menanjak yang licin membahayakan, dan lain sebagainya.


            Saya teringat ucapan Kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat Dr. Ir. Drs. H.M. Guntoro, M.M., “Secara teori, kekuatan jalan atau jembatan yang dibangun dengan spek yang bagus dan layak usianya hanya sampai sepuluh tahun. Setelah sepuluh tahun, jalan atau jembatan tersebut akan rusak sehingga perlu perbaikan kembali.

Jika pernyataan Kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat Dr. Ir. Drs. H.M. Guntoro, M.M. dikaitkan dengan kondisi infrastruktur jalan di Bumi Parahyangan Kencana, Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, paling tidak sudah harus satu kali pemeliharaan dan perbaikan sejak berdirinya pada 1994, yaitu pada 2005. Perbaikan dan pemeliharaan kedua harus dilaksanakan lagi minimal pada 2016. Akan tetapi, pemeliharaan dan perbaikan tersebut tidak pernah terjadi.
Bambang  Sumpena, tokoh masyarakat di sana, menjelaskan bahwa infrastruktur jalan yang ada tidak pernah dipelihara dan diperbaiki oleh pemerintah. Ia menyayangkan tidak adanya perhatian dari pemerintah. Akan tetapi, ia pun tidak terlalu menyalahkan pemerintah karena menurutnya, Perum Perumnas Regional IV Cabang Bandung, selaku pengembang, memiliki kewajiban pula dalam hal memelihara dan memperbaiki jalan di Bumi Parahyangan Kencana, Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung.


Tokoh masyarakat lainnya, membenarkan tidak adanya upaya perbaikan dan pemeliharaan terhadap jalan tersebut. Ia berpendapat bahwa perbaikan dan pemeliharaan jalan memang seharusnya dilakukan oleh Perum Perumnas Regional IV Cabang Bandung, tetapi dapat memakluminya. Ia malahan menyalahkan beberapa penghuni yang menunggak membayar cicilan hingga rumahnya dikuasai oleh pihak bank. Ia pun menduga bahwa Perum Perumnas Regional IV tidak memiliki dana untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan terhadap infrastruktur jalan disebabkan adanya tunggakan-tunggakan tersebut.
Husen Suhendi, tokoh masyarakat, mengungkapkan benarnya ketidakhadiran Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dan Perum Perumnas Regional IV Cabang Bandung dalam permasalahan infrastruktur jalan tersebut.
Dengan nada sinis, ia mengatakan, “Kalau bukan kita yang sadar, siapa lagi yang mau memperbaiki jalan?”
Ia seakan-akan berhenti berharap kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dan Perum Perumnas Regional IV Cabang Bandung untuk memelihara dan memperbaiki infrastruktur jalan di Bumi Parahyangan Kencana, Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung. Ia tidak percaya bahwa kedua institusi itu akan turun tangan memelihara dan memperbaiki infrastruktur jalan. Ia pun menyatakan bahwa hanya masyarakat yang memiliki waktu untuk melaksanakan kerja bakti yang dapat memelihara dan memperbaiki jalan dengan kemampuan seadanya, baik tenaga maupun dana.


Sudarsono, tokoh masyarakat yang menjadi penghuni Bumi Parahyangan Kencana sejak 1999, memiliki komentar yang berbeda, “Pemerintah itu aneh. Kita dipungut pajak, diminta bayar iuran. Kita sudah bayar pajak, bayar iuran, tetapi jalan-jalan di sini tidak diperbaiki.”
Heri Susanto, tokoh masyarakat, mengungkapkan hal yang senada, “Uangnya diambil, tetapi haknya tidak diberikan.”
Pajak yang mereka maksud adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), tagihan listrik, dan tagihan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Di samping itu, ada juga iuran yang harus dibayar ke kantor Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung yang disebut Iuran Desa (Urdes).
Pernyataan Sudarsono dan Heri Susanto ini menyiratkan seolah-olah pemerintah tidak adil karena mengambil uang dari rakyat, tetapi hak rakyat untuk mendapatkan pemeliharaan dan perbaikan terhadap infrastruktur jalan tidak diberikan. Mereka beranggapan bahwa uang yang dibayarkan sebagai pajak dan tagihan lainnya kepada pemerintah harus kembali lagi kepada mereka, salah satunya dalam bentuk pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur jalan. Warga yang memiliki pandangan seperti Sudarsono dan Heri Susanto ini sangat banyak, bahkan yang paling banyak di antara narasumber yang saya wawancarai.
Hal yang menarik adalah justru dikemukakan oleh Kepala Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung, Zaenal Aripin, “Memang jalan-jalan di Komplek Bumi Parahyangan Kencana rusak berat dan tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah kabupaten. Kalau masyarakat ingin jalan diperbaiki, seharusnya melakukan upaya protes kepada pihak pengembang dan Pemerintah Kabupaten Bandung.


Mereka yang Harus Bertanggung Jawab

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur jalan adalah pemerintah, pengembang, dan masyarakat. Sayangnya, dari ketiga pihak yang bertanggung jawab tersebut, baru masyarakat yang benar-benar melakukan perbaikan dan pemeliharaan. Itu pun dengan kemampuan dan waktu yang sangat terbatas. 

           Masyarakat melakukannya dengan cara kerja bakti dengan hasil yang sangat minimal. Masyarakat benar-benar menunggu turun tangannya Pemerintah Kabupaten Bandung dan pihak pengembang, yaitu Perum Perumnas Regional IV Cabang Bandung untuk memelihara dan memperbaiki jalan di Bumi Parahyangan Kencana, Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung. Wajar masyarakat menunggu karena selama kurun waktu 22 tahun infrastruktur jalan di Bumi Parahyangan Kencana rusak parah dan tidak mendapatkan upaya pemeliharaan dan perbaikan yang berarti, baik dari Pemerintah Kabupaten Bandung maupun dari pihak pengembang, yaitu Perum Perumnas Regional IV Cabang Bandung.



Thursday, July 21, 2016

International Conference “Asean-Korea Relations: 25 Years of Partnership and Friendship

Bandung, Putera Sang Surya

Judulnya memang menggunakan bahasa Inggris, tetapi isi tulisan ini tidak akan menggunakan bahasa Inggris, kecuali sedikit.

            Judul tulisan ini merupakan judul sebuah acara yang digelar oleh International Relations Department, Parahyangan Catholic University (Unpar) yang bekerja sama dengan Korean Insitute of Southeast Asian Studies (Kiseas). Acara ini digelar di Sheo Hotel, Jl. Ciumbuleuit 152, Bandung 40142 pada Rabu, 19 Juli 2016.

            Saya diundang menghadiri pertemuan ini hanya untuk mendengarkan. Sebenarnya, acara ini digelar mirip dengan seminar yang seharusnya membuka ruang untuk diskusi, tetapi tampaknya panitia tidak membuka ruang untuk itu. Di dalam jadwal acaranya sih, memang ada diskusi, tetapi hanya diperkenankan untuk dua orang komentator atau discussant yang sudah ditentukan orangnya dan itu pun diupayakan untuk tidak ditanggapi. Seminar direncanakan hanya satu arah, yaitu hanya pemateri dan discussant yang berbicara tanpa melibatkan floor atau peserta. Akibatnya, banyak hal yang sebenarnya bisa didiskusikan dan digali lebih dalam sama sekali tidak muncul ke permukaan. Mungkin hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan waktu yang memang sangat sempit, yaitu mulai 09.00 pagi s.d. 13.00 siang. Bisa pula memang hanya untuk mempromosikan Korean Institute of Southeast Asian Studies (Kiseas) dan International Relations Departement Parahyangan University (Unpar) berikut Sheo Hotel kepada masyarakat Indonesia, khususnya para peserta tanpa diniatkan untuk mendapatkan hasil diskusi yang bernilai akademis.




            Acara ini diawali oleh sambutan-sambutan sebagaimana biasanya sebuah acara. Pertama, sambutan dari Dr. Pius Sugeng Prasetyo, M.Si., selaku Dean of the Faculty of Social and Political Sciences, Parahyangan Catholic University (Unpar). Kedua, sambutan dari Dr. Park Sa-Myung, selaku Chairman of the Board of Trustees, Kiseas. Kata-kata pembukaan disampaikan oleh  H.E. Mr. Rahmat Pramono, selaku The Indonesian Ambassador/Head of Permanent Representative to Asean. Kemudian, dilanjutkan oleh H.E. Mr. Suh Jeong-in, selaku Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary of the Republic of Korea to Asean.

            Pada sesi pertama diskusi dimoderatori oleh Dr. Aknolt Kristian Pakpahan dari Unpar. Dia memandu tiga pemateri. Pemateri pertama adalah Dr. Lee Jaehyon dari The Asian Institute for Policy Studies yang membawakan materi 25 Years of Asean-Korea Relations and Beyond: From a Slow Start To a Solid Partnership. Pemateri kedua adalah Dr. Lee Choong Lyol dari Korea University at Sejong yang membawakan materi Asean-Korea Economic Relations: A Twenty-Five Years Partnership of Cooperation and Development. Pemateri ketiga adalah Dr. Kim Hyung-Jun dari Kangwon National University yang membawakan materi Asean-Korea Sociocultural Exchanges: Developments after 1970s.

            Ketiga pemateri itu sebagian besar memaparkan mengenai sejarah dan data-data mengenai situasi dan kondisi antara Asean dengan Korea. Berdasarkan data-data itu mereka menjelaskan perlunya kerja sama yang lebih baik antara Asean dengan Korea dalam hal ekonomi. Mereka berupaya menerangkan bahwa potensi pariwisata dan Iptek Korea dapat bersanding dengan tenaga kerja Asean yang jumlahnya banyak serta dengan upah buruh yang murah.

            Ketiga pemateri itu pun dikomentari oleh H.E. Mr. Rahmat Pramono, selaku The Indonesian Ambassador/Head of Permanent Representative to Asean yang disertai berbagai masukan dan kritik.  Demikian pula komentar Dr. Sukawarsini Djelantik dari Departement of IRs Unpar menyertakan berbagai pertanyaan dan kritik. Sukawarsini mengkritik isi materi yang menggeneralisir Asean sebagai sebuah entitas yang sama. Menurutnya, Asean bukanlah suatu entitas yang sama dan sejenis, melainkan terdiri atas berbagai negara dengan banyak perbedaan. Di samping itu, Sukawarsini pun mempertanyakan tentang posisi Indonesia dalam pariwisata Korea dibandingkan dengan negara Asean lainnya. Hal yang lebih penting lagi adalah ia mempertanyakan data-data yang disampaikan pemateri karena dia sendiri pun melakukan penelitiannya sendiri yang dirasakannya berbeda dengan yang dibawakan pemateri.


            Sayangnya, moderator tidak memberikan waktu untuk tanya jawab. Bahkan, pertanyaan dan kritik dari H.E. Mr. Rahmat Pramono dan Dr. Sukawarsini Djelantik tidak ditanggapi karena alasan waktu dan memang acara tersebut tidak diagendakan untuk diskusi. Sesi pertama pun ditutup.

            Pada sesi kedua yang bertindak sebagai moderator adalah Dr. Shin Jae Hyeok dari Korea University. Ia mendampingi dua pemateri. Pemateri pertama adalah Dr. Jeon Je Seong dari Chonbuk National University yang membawakan materi Korea-Indonesia Relations: A Golden Period and Human Dimensions. Adapun pemateri kedua adalah Dr. Yoon Dae-Yeong dari Sogang University yang membawakan materi Korea-Vietnam Relations: From Enemy to Comrade.

            Pemateri pertama menegaskan bahwa hubungan Indonesia dan Korea dapat dipererat melalui berbagai sektor, misalnya, politik, ekonomi, budaya, sejarah, pendidikan yang disertai dengan penelitian. Ia pun menjelaskan bahwa korea termasuk dalam empat negara penting yang berhubungan dengan Indonesia karena telah menanamkan investasi di Indonesia dan memberikan bantuan pada solidaritas para pekerja Indonesia yang bekerja di pabrik-pabrik Korea. Indonesia pun telah berkontribusi positif terhadap korea dengan mempererat persaudaraan muslim Indonesia-Korea, pembangunan masjid-masjid di Korea, dan kerja-kerja sosial.

            Kedua pemateri itu pun dikomentari oleh Dr. Yulius Purwadi Hermawan dari IRs Department, Fisip-Unpar dan Prof. Dr. Sylvia Yazid selaku IRs Head of Department. Yulius menanggapi pentingnya kerja sama Indonesia-Korea dalam bidang pendidikan dan penelitian karena di Indonesia terlalu banyak sarjana yang berkecenderungan ke Barat, baik perspektif, referensi, maupun orientasinya. Ia menyatakan perlunya para pemikir yang bersifat Indonesian Koreanist karena pemikir seperti ini masih sangat kurang. Ia pun berharap munculnya sarjana-sarjana pribumi dengan pikiran-pikiran pribumi. Adapun Sylvia Yazid memberikan banyak kritik terhadap isi materi maupun kondisi-kondisi riil yang sebenarnya terjadi di Korea, termasuk mempertanyakan apa yang dimaksud dengan Golden Period. Ia pun mengkritik acara yang tidak memberikan kesempatan kepada seluruh peserta untuk mengajukan pertanyaan karena sebetulnya banyak hal yang ingin ditanyakan para peserta.

            Kritikan Sylvia Yazid memaksa moderator untuk membuka sesi tanya jawab. Akan tetapi, sayangnya, hanya untuk tiga penanya dan para pemateri tampaknya tidak terlau siap untuk bertanya-jawab. Jawaban-jawaban dari para pemateri tampak tidak akurat sebagaimana yang diharapkan para peserta.


            Meskipun demikian, pertemuan ini memberikan banyak manfaat bagi para peserta khususnya para mahasiswa agar lebih tertarik untuk mendalami hal-ihwal Asean, Korea, dan aktivitas Indonesia di kawasan Asean juga hubungannya dengan Korea. Dengan demikian, kajian-kajian mengenai hubungan internasional akan lebih memperkaya pemahaman bangsa Indonesia dalam melaksanakan hubungan internasional pada masa-masa selanjutnya.

Friday, July 15, 2016

Kebun Binatang Bandung

Bandung, Putera Sang Surya

Liburan pasca lebaran tahun 2016 ini saya diajak ke Kebun Binatang Bandung. Sudah bertahun-tahun sebenarnya saya tidak pernah mengunjungi tempat itu. Hal itu disebabkan saya pernah datang pada tahun-tahun sebelumnya, lalu merasa kasihan pada semua binatang yang ada di sana. Binatang-binatang itu tampak lemas, tidak terurus, dan bersikap malas-malasan. Oleh sebab itu, saya sangat tidak tertarik mengunjungi Kebun Binatang Bandung. Berbeda sekali keadaannya ketika saya masih kecil dulu dan dipangku ayah saya. Gajah kerap menyapa pengunjung dengan mengangkat belalainya ke kepalanya, lalu saya lemparin mulutnya pakai makanan, ada leupeut, kacang, atau roti. Memang memberi makan binatang sangat dilarang, tetapi yang namanya anak-anak, semuanya senang memberi makan dan tidak ada yang mati gara-gara itu. Monyet-monyet tampak lincah, teriak-teriak, dan berlari-lari mengelilingi kandang sambil sekali-kali bergelantungan. Harimau, macan, dan singa mengaum menggelegar berulang-ulang. Burung-burung bersuara indah. Merak kerap membangga-banggakan ekornya yang mekar dan indah. Sehat sekali saat itu dan menyenangkan.




            Entah kenapa pasca saya kuliah, tampaknya tidak terurus. Binatangnya pada lemas dan malas, banyak kandang kotor dan rusak. Kadang-kadang ada kandang tak terurus tanpa ada binatangnya. Sementara itu, fasilitas untuk pengunjung ada tambahan dan perbaikan yang lumayan baik. Sayangnya, itu buat pengunjung, tidak untuk binatangnya. Itulah yang membuat saya enggan datang lagi ke tempat itu.

            Ketika diberitakan Gajah Yani mati, saya tidak begitu heran dan kaget. Saya dengan cepat menduga bahwa memang kalau kesejahteraan binatang tidak diperhatikan dan hanya memperhatikan kesenangan pengunjung, akibatnya bisa buruk dan memang kejadiannya sangat buruk.



            Setelah Gajah Yani mati, saya semakin enggan untuk ke Kebun Binatang Bandung. Saya semakin kasihan pada binatang-binatang itu. Akan tetapi, pada liburan pasca lebaran 2016 saya diajak untuk ke sana dan melihat ada banyak perbaikan pada binatang-binatang itu. Harimau, singa, macan yang biasanya malas dan tampak letih saat itu bergerak ke sana-kemari. Burung-burung tampak sehat. Monyet-monyet pun bergerak lebih cepat dibandingkan saat lalu. Gajah meskipun dirantai, terlihat sehat dan segar. Memang masih ada yang kurang bergairah, yaitu orangutan, tetapi tidak menunjukkan kondisi sakit, mungkin karena usia yang sudah tua dan tempatnya agak kurang bersih. Meskipun ada banyak perbaikan, kondisinya binatangnya masih jauh lebih bergairah ketika saya masih kecil dulu.




            Meskipun demikian, saya bersyukur di Kebun Binatang Bandung ada banyak perbaikan. Mudah-mudahan bukan karena dalam menghadapi liburan pascalebaran para binatang itu dibuat sehat dan sejahtera. Saya berharap bahwa pengelola Kebun Binatang Bandung dapat terus konsisten menyejahterakan binatang dan menyamankan pengunjung. Dengan demikian, Kebun Binatang Bandung dapat terus memberikan kontribusinya bagi kesejahteraan binatang, pendidikan generasi muda, sekaligus memberikan kesenangan bagi siapa saja.