TOM FINALDIN

TOM FINALDIN

Thursday, July 21, 2016

International Conference “Asean-Korea Relations: 25 Years of Partnership and Friendship

Bandung, Putera Sang Surya

Judulnya memang menggunakan bahasa Inggris, tetapi isi tulisan ini tidak akan menggunakan bahasa Inggris, kecuali sedikit.

            Judul tulisan ini merupakan judul sebuah acara yang digelar oleh International Relations Department, Parahyangan Catholic University (Unpar) yang bekerja sama dengan Korean Insitute of Southeast Asian Studies (Kiseas). Acara ini digelar di Sheo Hotel, Jl. Ciumbuleuit 152, Bandung 40142 pada Rabu, 19 Juli 2016.

            Saya diundang menghadiri pertemuan ini hanya untuk mendengarkan. Sebenarnya, acara ini digelar mirip dengan seminar yang seharusnya membuka ruang untuk diskusi, tetapi tampaknya panitia tidak membuka ruang untuk itu. Di dalam jadwal acaranya sih, memang ada diskusi, tetapi hanya diperkenankan untuk dua orang komentator atau discussant yang sudah ditentukan orangnya dan itu pun diupayakan untuk tidak ditanggapi. Seminar direncanakan hanya satu arah, yaitu hanya pemateri dan discussant yang berbicara tanpa melibatkan floor atau peserta. Akibatnya, banyak hal yang sebenarnya bisa didiskusikan dan digali lebih dalam sama sekali tidak muncul ke permukaan. Mungkin hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan waktu yang memang sangat sempit, yaitu mulai 09.00 pagi s.d. 13.00 siang. Bisa pula memang hanya untuk mempromosikan Korean Institute of Southeast Asian Studies (Kiseas) dan International Relations Departement Parahyangan University (Unpar) berikut Sheo Hotel kepada masyarakat Indonesia, khususnya para peserta tanpa diniatkan untuk mendapatkan hasil diskusi yang bernilai akademis.




            Acara ini diawali oleh sambutan-sambutan sebagaimana biasanya sebuah acara. Pertama, sambutan dari Dr. Pius Sugeng Prasetyo, M.Si., selaku Dean of the Faculty of Social and Political Sciences, Parahyangan Catholic University (Unpar). Kedua, sambutan dari Dr. Park Sa-Myung, selaku Chairman of the Board of Trustees, Kiseas. Kata-kata pembukaan disampaikan oleh  H.E. Mr. Rahmat Pramono, selaku The Indonesian Ambassador/Head of Permanent Representative to Asean. Kemudian, dilanjutkan oleh H.E. Mr. Suh Jeong-in, selaku Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary of the Republic of Korea to Asean.

            Pada sesi pertama diskusi dimoderatori oleh Dr. Aknolt Kristian Pakpahan dari Unpar. Dia memandu tiga pemateri. Pemateri pertama adalah Dr. Lee Jaehyon dari The Asian Institute for Policy Studies yang membawakan materi 25 Years of Asean-Korea Relations and Beyond: From a Slow Start To a Solid Partnership. Pemateri kedua adalah Dr. Lee Choong Lyol dari Korea University at Sejong yang membawakan materi Asean-Korea Economic Relations: A Twenty-Five Years Partnership of Cooperation and Development. Pemateri ketiga adalah Dr. Kim Hyung-Jun dari Kangwon National University yang membawakan materi Asean-Korea Sociocultural Exchanges: Developments after 1970s.

            Ketiga pemateri itu sebagian besar memaparkan mengenai sejarah dan data-data mengenai situasi dan kondisi antara Asean dengan Korea. Berdasarkan data-data itu mereka menjelaskan perlunya kerja sama yang lebih baik antara Asean dengan Korea dalam hal ekonomi. Mereka berupaya menerangkan bahwa potensi pariwisata dan Iptek Korea dapat bersanding dengan tenaga kerja Asean yang jumlahnya banyak serta dengan upah buruh yang murah.

            Ketiga pemateri itu pun dikomentari oleh H.E. Mr. Rahmat Pramono, selaku The Indonesian Ambassador/Head of Permanent Representative to Asean yang disertai berbagai masukan dan kritik.  Demikian pula komentar Dr. Sukawarsini Djelantik dari Departement of IRs Unpar menyertakan berbagai pertanyaan dan kritik. Sukawarsini mengkritik isi materi yang menggeneralisir Asean sebagai sebuah entitas yang sama. Menurutnya, Asean bukanlah suatu entitas yang sama dan sejenis, melainkan terdiri atas berbagai negara dengan banyak perbedaan. Di samping itu, Sukawarsini pun mempertanyakan tentang posisi Indonesia dalam pariwisata Korea dibandingkan dengan negara Asean lainnya. Hal yang lebih penting lagi adalah ia mempertanyakan data-data yang disampaikan pemateri karena dia sendiri pun melakukan penelitiannya sendiri yang dirasakannya berbeda dengan yang dibawakan pemateri.


            Sayangnya, moderator tidak memberikan waktu untuk tanya jawab. Bahkan, pertanyaan dan kritik dari H.E. Mr. Rahmat Pramono dan Dr. Sukawarsini Djelantik tidak ditanggapi karena alasan waktu dan memang acara tersebut tidak diagendakan untuk diskusi. Sesi pertama pun ditutup.

            Pada sesi kedua yang bertindak sebagai moderator adalah Dr. Shin Jae Hyeok dari Korea University. Ia mendampingi dua pemateri. Pemateri pertama adalah Dr. Jeon Je Seong dari Chonbuk National University yang membawakan materi Korea-Indonesia Relations: A Golden Period and Human Dimensions. Adapun pemateri kedua adalah Dr. Yoon Dae-Yeong dari Sogang University yang membawakan materi Korea-Vietnam Relations: From Enemy to Comrade.

            Pemateri pertama menegaskan bahwa hubungan Indonesia dan Korea dapat dipererat melalui berbagai sektor, misalnya, politik, ekonomi, budaya, sejarah, pendidikan yang disertai dengan penelitian. Ia pun menjelaskan bahwa korea termasuk dalam empat negara penting yang berhubungan dengan Indonesia karena telah menanamkan investasi di Indonesia dan memberikan bantuan pada solidaritas para pekerja Indonesia yang bekerja di pabrik-pabrik Korea. Indonesia pun telah berkontribusi positif terhadap korea dengan mempererat persaudaraan muslim Indonesia-Korea, pembangunan masjid-masjid di Korea, dan kerja-kerja sosial.

            Kedua pemateri itu pun dikomentari oleh Dr. Yulius Purwadi Hermawan dari IRs Department, Fisip-Unpar dan Prof. Dr. Sylvia Yazid selaku IRs Head of Department. Yulius menanggapi pentingnya kerja sama Indonesia-Korea dalam bidang pendidikan dan penelitian karena di Indonesia terlalu banyak sarjana yang berkecenderungan ke Barat, baik perspektif, referensi, maupun orientasinya. Ia menyatakan perlunya para pemikir yang bersifat Indonesian Koreanist karena pemikir seperti ini masih sangat kurang. Ia pun berharap munculnya sarjana-sarjana pribumi dengan pikiran-pikiran pribumi. Adapun Sylvia Yazid memberikan banyak kritik terhadap isi materi maupun kondisi-kondisi riil yang sebenarnya terjadi di Korea, termasuk mempertanyakan apa yang dimaksud dengan Golden Period. Ia pun mengkritik acara yang tidak memberikan kesempatan kepada seluruh peserta untuk mengajukan pertanyaan karena sebetulnya banyak hal yang ingin ditanyakan para peserta.

            Kritikan Sylvia Yazid memaksa moderator untuk membuka sesi tanya jawab. Akan tetapi, sayangnya, hanya untuk tiga penanya dan para pemateri tampaknya tidak terlau siap untuk bertanya-jawab. Jawaban-jawaban dari para pemateri tampak tidak akurat sebagaimana yang diharapkan para peserta.


            Meskipun demikian, pertemuan ini memberikan banyak manfaat bagi para peserta khususnya para mahasiswa agar lebih tertarik untuk mendalami hal-ihwal Asean, Korea, dan aktivitas Indonesia di kawasan Asean juga hubungannya dengan Korea. Dengan demikian, kajian-kajian mengenai hubungan internasional akan lebih memperkaya pemahaman bangsa Indonesia dalam melaksanakan hubungan internasional pada masa-masa selanjutnya.

No comments:

Post a Comment