Bandung,
Putera Sang Surya
Judulnya memang menggunakan
bahasa Inggris, tetapi isi tulisan ini tidak akan menggunakan bahasa Inggris,
kecuali sedikit.
Judul tulisan ini merupakan judul sebuah acara yang
digelar oleh International Relations
Department, Parahyangan Catholic University (Unpar) yang bekerja sama
dengan Korean Insitute of Southeast Asian
Studies (Kiseas). Acara ini digelar di Sheo Hotel, Jl. Ciumbuleuit 152,
Bandung 40142 pada Rabu, 19 Juli 2016.
Saya diundang menghadiri pertemuan ini hanya untuk
mendengarkan. Sebenarnya, acara ini digelar mirip dengan seminar yang
seharusnya membuka ruang untuk diskusi, tetapi tampaknya panitia tidak membuka
ruang untuk itu. Di dalam jadwal acaranya sih,
memang ada diskusi, tetapi hanya diperkenankan untuk dua orang komentator atau discussant yang sudah ditentukan
orangnya dan itu pun diupayakan untuk tidak ditanggapi. Seminar direncanakan
hanya satu arah, yaitu hanya pemateri dan discussant
yang berbicara tanpa melibatkan floor
atau peserta. Akibatnya, banyak hal yang sebenarnya bisa didiskusikan dan
digali lebih dalam sama sekali tidak muncul ke permukaan. Mungkin hal ini
dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan waktu yang memang sangat sempit, yaitu
mulai 09.00 pagi s.d. 13.00 siang. Bisa pula memang hanya untuk mempromosikan Korean Institute of Southeast Asian Studies
(Kiseas) dan International Relations
Departement Parahyangan University (Unpar) berikut Sheo Hotel kepada
masyarakat Indonesia, khususnya para peserta tanpa diniatkan untuk mendapatkan
hasil diskusi yang bernilai akademis.
Acara ini diawali oleh sambutan-sambutan sebagaimana
biasanya sebuah acara. Pertama, sambutan
dari Dr. Pius Sugeng Prasetyo, M.Si., selaku Dean of the Faculty of Social and Political Sciences, Parahyangan
Catholic University (Unpar). Kedua, sambutan dari Dr. Park Sa-Myung, selaku
Chairman of the Board of Trustees,
Kiseas. Kata-kata pembukaan disampaikan oleh H.E. Mr. Rahmat Pramono, selaku The Indonesian Ambassador/Head of Permanent
Representative to Asean. Kemudian, dilanjutkan oleh H.E. Mr. Suh Jeong-in,
selaku Ambassador Extraordinary and
Plenipotentiary of the Republic of Korea to Asean.
Pada sesi pertama
diskusi dimoderatori oleh Dr. Aknolt Kristian Pakpahan dari Unpar. Dia memandu tiga
pemateri. Pemateri pertama adalah Dr. Lee Jaehyon dari The Asian Institute for Policy Studies yang membawakan materi 25 Years of Asean-Korea Relations and
Beyond: From a Slow Start To a Solid Partnership. Pemateri kedua adalah Dr.
Lee Choong Lyol dari Korea University at
Sejong yang membawakan materi Asean-Korea
Economic Relations: A Twenty-Five Years Partnership of Cooperation and
Development. Pemateri ketiga adalah Dr. Kim Hyung-Jun dari Kangwon National University yang
membawakan materi Asean-Korea Sociocultural
Exchanges: Developments after 1970s.
Ketiga pemateri itu
sebagian besar memaparkan mengenai sejarah dan data-data mengenai situasi dan
kondisi antara Asean dengan Korea. Berdasarkan data-data itu mereka menjelaskan
perlunya kerja sama yang lebih baik antara Asean dengan Korea dalam hal ekonomi.
Mereka berupaya menerangkan bahwa potensi pariwisata dan Iptek Korea dapat
bersanding dengan tenaga kerja Asean yang jumlahnya banyak serta dengan upah
buruh yang murah.
Ketiga pemateri itu pun dikomentari oleh H.E. Mr. Rahmat
Pramono, selaku The Indonesian
Ambassador/Head of Permanent Representative to Asean yang disertai berbagai
masukan dan kritik. Demikian pula
komentar Dr. Sukawarsini Djelantik dari Departement
of IRs Unpar menyertakan berbagai pertanyaan dan kritik. Sukawarsini
mengkritik isi materi yang menggeneralisir Asean sebagai sebuah entitas yang
sama. Menurutnya, Asean bukanlah suatu entitas yang sama dan sejenis, melainkan
terdiri atas berbagai negara dengan banyak perbedaan. Di samping itu,
Sukawarsini pun mempertanyakan tentang posisi Indonesia dalam pariwisata Korea
dibandingkan dengan negara Asean lainnya. Hal yang lebih penting lagi adalah ia
mempertanyakan data-data yang disampaikan pemateri karena dia sendiri pun
melakukan penelitiannya sendiri yang dirasakannya berbeda dengan yang dibawakan
pemateri.
Sayangnya, moderator tidak memberikan waktu untuk tanya
jawab. Bahkan, pertanyaan dan kritik dari H.E. Mr. Rahmat Pramono dan Dr.
Sukawarsini Djelantik tidak ditanggapi karena alasan waktu dan memang acara
tersebut tidak diagendakan untuk diskusi. Sesi pertama pun ditutup.
Pada sesi kedua yang bertindak sebagai moderator adalah
Dr. Shin Jae Hyeok dari Korea University.
Ia mendampingi dua pemateri. Pemateri pertama adalah Dr. Jeon Je Seong dari
Chonbuk National University yang
membawakan materi Korea-Indonesia
Relations: A Golden Period and Human Dimensions. Adapun pemateri kedua
adalah Dr. Yoon Dae-Yeong dari Sogang
University yang membawakan materi Korea-Vietnam
Relations: From Enemy to Comrade.
Pemateri pertama menegaskan bahwa hubungan Indonesia dan
Korea dapat dipererat melalui berbagai sektor, misalnya, politik, ekonomi,
budaya, sejarah, pendidikan yang disertai dengan penelitian. Ia pun menjelaskan
bahwa korea termasuk dalam empat negara penting yang berhubungan dengan
Indonesia karena telah menanamkan investasi di Indonesia dan memberikan bantuan
pada solidaritas para pekerja Indonesia yang bekerja di pabrik-pabrik Korea.
Indonesia pun telah berkontribusi positif terhadap korea dengan mempererat
persaudaraan muslim Indonesia-Korea, pembangunan masjid-masjid di Korea, dan
kerja-kerja sosial.
Kedua pemateri itu pun dikomentari oleh Dr. Yulius
Purwadi Hermawan dari IRs Department,
Fisip-Unpar dan Prof. Dr. Sylvia
Yazid selaku IRs Head of Department. Yulius
menanggapi pentingnya kerja sama Indonesia-Korea dalam bidang pendidikan dan
penelitian karena di Indonesia terlalu banyak sarjana yang berkecenderungan ke
Barat, baik perspektif, referensi, maupun orientasinya. Ia menyatakan perlunya
para pemikir yang bersifat Indonesian
Koreanist karena pemikir seperti ini masih sangat kurang. Ia pun berharap
munculnya sarjana-sarjana pribumi dengan pikiran-pikiran pribumi. Adapun Sylvia
Yazid memberikan banyak kritik terhadap isi materi maupun kondisi-kondisi riil
yang sebenarnya terjadi di Korea, termasuk mempertanyakan apa yang dimaksud
dengan Golden Period. Ia pun
mengkritik acara yang tidak memberikan kesempatan kepada seluruh peserta untuk mengajukan
pertanyaan karena sebetulnya banyak hal yang ingin ditanyakan para peserta.
Kritikan Sylvia Yazid memaksa moderator untuk membuka
sesi tanya jawab. Akan tetapi, sayangnya, hanya untuk tiga penanya dan para
pemateri tampaknya tidak terlau siap untuk bertanya-jawab. Jawaban-jawaban dari
para pemateri tampak tidak akurat sebagaimana yang diharapkan para peserta.
Meskipun demikian, pertemuan ini memberikan banyak
manfaat bagi para peserta khususnya para mahasiswa agar lebih tertarik untuk
mendalami hal-ihwal Asean, Korea, dan aktivitas Indonesia di kawasan Asean juga
hubungannya dengan Korea. Dengan demikian, kajian-kajian mengenai hubungan
internasional akan lebih memperkaya pemahaman bangsa Indonesia dalam
melaksanakan hubungan internasional pada masa-masa selanjutnya.
No comments:
Post a Comment