TOM FINALDIN

TOM FINALDIN

Wednesday, March 22, 2017

Banjir Langganan

oleh Tom Finaldin


Bandung, Putera Sang Surya
Setiap hari hujan, apalagi jika hujan besar, jalan raya di Rancaekek dan Dayeuhkolot, terutama Cieunteung selalu direndam banjir.

            Apakah banjir itu tidak bisa ditanggulangi?

            Perasaan, saya sudah pernah mendengar sekitar tiga atau empat tahun lalu bahwa banjir di Rancaekek itu akibat dari penyempitan aliran sungai gara-gara pembangunan pabrik. Kepolisian sudah menetapkan tersangka untuk kasus banjir akibat penyempitan aliran sungai itu. Dalam kata lain, penyempitan itu diakibatkan oleh ulah manusia. Manusia itu sudah jadi tersangka.

            Kalau sudah ada tersangka, seharusnya sudah ditindaklanjuti, kemudian dilakukan perbaikan terhadap penyempitan aliran sungai itu. Akan tetapi, banjir ternyata terus terjadi. Bahkan, banjir menggenang terus ada, padahal hujan sudah lebih dari 24 jam berhenti.

            Aneh.

            Apakah ini ada tersangka lain dengan kasus yang lain, misalnya, penyumbatan gorong-gorong?

            Apakah kasus penyempitan aliran sungai yang lalu belum dituntaskan kasusnya?

            Kepolisian dan Pemda, baik Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, maupun Provinsi Jawa Barat hendaknya serius berkoordinasi. Hal ini sebenarnya bisa ditanggulangi, dicari penyebabnya, ditemukan pendosanya, kemudian dilakukan perbaikan.

            Hal yang sangat rumit dan sangat aneh adalah soal banjir di Cieunteung, Kabupaten Bandung. Wilayah ini sudah ratusan tahun selalu kena banjir. Akan tetapi, tak ada yang mampu menanggulanginya. Sebelum Indonesia dijajah, daerah ini selalu banjir. Ketika VOC datang, wilayah ini masih banjir. Saat Pemerintah Belanda mengambil alih, wilayah ini tetap banjir. Sewaktu RAA Wiranatakusumah menjadi Bupati Bandung, baru ada kesadaran untuk meninggalkan tempat ini. Dulu wilayah ini namanya Krapyak dan menjadi pusat Ibukota Kabupaten Bandung. Oleh sebab itu, sekarang namanya menjadi Dayeuhkolot, ‘Kota Tua’, dan memang ada ciri-ciri jelas merupakan bekas pusat pemerintahan. RAA Wiranatakusumah memindahkan pusat pemerintahan Kabupaten Bandung karena wilayah ini selalu dilanda banjir. Banjir ini terus terjadi sampai sekarang. Ketika Bupati Bandung RAA Wiranatakusumah berusia genap 16 tahun, pusat pemerintahan dipindahkan ke dekat Sungai Cikapundung, lalu membuat pendopo bersama rakyatnya. Sekarang pendopo itu menjadi rumah dinas walikota Bandung dan wilayah itu dikenal sebagai Alun-alun Bandung.

            Hebat ya RAA Wiranatakusumah. Dalam usianya yang masih 16 tahun sudah jadi bupati dan membuat kota besar yang sekarang menjadi kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Anak sekarang mana ada yang usianya 16 tahun sudah bisa memikirkan bagaimana caranya membangun kota. Paling-paling, mereka masih main game di handphone, play station, atau game on line. Saya pikir ada yang salah dalam pendidikan kita yang kebarat-baratan ini. Anak muda dulu malah lebih bertanggung jawab dan kreatif.

            Wilayah Dayeuhkolot yang ditinggalkannya tetap banjir. Anehnya, baik RAA Wiranatakusumah maupun Belanda tidak tertarik untuk memperbaiki wilayah itu. Mungkin memang tepat jika wilayah itu sudah seharusnya dijadikan danau. Saat ini pun rencananya memang hendak dijadikan danau, tetapi tidak kunjung terwujud. Ada banyak kerumitan di sana, yaitu soal penempatan masyarakat yang akan tergusur karena pembangunan danau atau polder, soal pengalihan tempat usaha masyarakat dan pasar, soal jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan kepada masyarakat, soal banyaknya kelompok berperilaku preman yang membuat urusan tambah kusut, soal kurang adanya koordinasi yang baik di antara SKPD-SKPD yang bertanggung jawab atas hal tersebut, dan masih banyak lagi kerumitan lainnya. Paling tidak, itulah yang dapat saya dengar ketika mengantar teman saya yang melakukan penelitian di sana untuk meraih gelar masternya terkait kebijakan publik.

            Saya melihatnya agak aneh.

            Serius nggak sih menyelesaikan banjir di sana yang sudah ratusan tahun itu?

            Apakah mau dibiarkan seperti itu serta menjadikannya proyek penanggulangan bencana alam rutin dan mengambil keuntungan sampingan dari bantuan-bantuan yang kerap diberikan, baik oleh organisasi, kelompok masyarakat, individu, atau mobil-motor yang lewat di sana ketika terjadi banjir?

            Saya pikir, kalau serius dengan niat yang kuat, pasti selesai.

            Lamun keyeng, tangtu pareng, ‘kalau serius ngotot, pasti tercapai’. Begitu kata pepatah orang tua Sunda.

            Sampurasun.

Monday, February 6, 2017

Akreditasi SMK Plus Al-Aitaam Jurusan Teknik Komputer Jaringan dan Jurusan Teknik Kendaraan Ringan Tahun 2016-2017


Bandung, Putera Sang Surya

SMK Plus Al-Aitaam adalah sekolah lanjutan kejuruan yang berdiri pada 2007 di bawah naungan Yayasan Pendidikan Al-Aitaam Bandung dan berdiri di atas tanah hasil wakaf dari H. Atjeng Zarkasih (almarhum) yang diamanatkan kepada Drs. H. Sali Iskandar.

            Saat pertama kali didirikan, SMK Plus Al-Aitaam membuka Program Studi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan. SMK Plus Al-Aitaam dikembangkan untuk tujuan menjadi SMK unggulan di kawasan Bandung Selatan, umumnya Bandung Raya. Pada 2008 SMK menambah Program Studi Keahlian,  yaitu Teknik Komputer Jaringan, dan pada tahun yang sama SMK Plus Al-Aitaam mendapatkan izin operasional untuk menjalankan kegiataan Proses Belajar Mengajar yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung. Kemudian, pada 2014 SMK Plus Al-Aitaam membuka jurusan baru, yaitu Administrasi Perkantoran.

            Sejak berdirinya SMK Plus Aitaam dipimpin oleh Arif Nugraha Kurniadi, Ir., M.M. sampai sekarang. Beliau adalah seorang pemimpin yang sangat arif dan bijaksana serta ramah kepada para siwsa dan sangat objektif kepada semua guru. Itu dilakukan karena sekolah bukan hanya sebuah tempat untuk menuntut ilmu, melainkan tempat pendidikan akhlak dan untuk meningkatkan kualitas seseorang. Selain itu, sekolah merupakan salah satu media atau tempat mengembangkan dan meningkatkan kualitas dan taraf hidup bangsa. Oleh sebab itu, sekolah haruslah memiliki kualitas dan kuantitas yang memadai untuk menunjang proses pendidikan bagi para siswa maupun guru.

            Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu pendidikan dan untuk mewujudkan sekolah yang berkualitas serta memiliki kuantitas yang baik, SMK Plus Al-Aitaam mengundang tim akreditasi nasional untuk melakukan visitasi pada tahun ajaran 2016-2017.



            Visitasi BAN-SM dilaksanakan pada 5-8 September 2016, yaitu untuk jurusan Teknik Komputer Jaringan dilakasanakan pada 5-6 September 2016 dengan tim asessor Drs. Nedin Badruzaman, M.Pd. (Dinas Pendidikan kota Bogor) dan Dra. Hj. Esti Nugrahayati, M.Pd. (Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat), serta untuk jurusan Teknik Kendaraan Ringan dilaksanakan pada 7-8 September 2016 dengan tim asessor Drs. Dedi Hermadi, MM. (Dinas Pendidikan Kota Bandung) dan Iwan Chrisnawan, S.Pd. (Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat).

            Pada awal pembukaan hari pertama visitasi BAN-SM dibuka dengan sambutan dari Kepala SMK Plus Al-Aitaam Arif  Nugraha K., Ir., M.M.. Kemudian, dilanjutkan oleh Ketua Pembina Yayasan Pendidikan Al-Aitaam,  Drs. H. Sali Iskandar, serta diikuti sambutan dari perwakilan tim Asessor.

            Di sela kata sambutannya perwakilan tim Asessor mengungkapkan bahwa dirinya merasa terpukau dan kagum atas suara merdu nan indah dari siswi yang membacakan salah satu ayat suci Al Quran saat pembukaan. Beliau juga merasa bangga ada sekolah yang sangat mengedepankan akhlak mulia dalam proses pendidikannya.

            Pada proses visitasi tim asessor menilai sesuai dengan delapan  standar pendidikan. Salah satu asessor melihat langsung kondisi lingkungan sekolah untuk memastikan kualitas penunjang pendidikan. Disela pengecekan berkas dan dokumen-dokumen pada salah satu  standar oleh Asessor, anggota tim akreditasi lain mempersiapkan diri.


            Pada hari kedua tim asessor Teknik Komputer Jaringan melakukan supervisi pembelajaran kepada guru yang sedang mengajar. Visitasi Teknik Kendaraan Ringan dilaksanakan pada 7-8 September oleh assesor Teknik Kendaraan Ringan, yaitu Drs. Dedi Hermadi, MM. dan Iwan Chrisnawan, S.Pd. dengan proses yang tidak jauh berbeda dengan visitasi Teknik Komputer Jaringan. Pada penutupan dilakukan refleksi akreditasi oleh Drs. Dedi Hermadi, M.M. mengenai proses akreditasi yang telah dilaksanakan dan tim asessor memuji kinerja para guru yang tergabung dalam tim akreditasi SMK Plus Al-Aitaam Bandung. (Ana Mia)

Sunday, February 5, 2017

Memperingati Hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-71 SMK Plus Al-Aitaam Bandung


Bandung, Putera Sang Surya
Bagi masyarakat, Hari Kemerdekaan Republik Indonesia bukan hanya diperingati  dalam bentuk upacara kemerdekaan, melainkan ada berbagai acara hiburan yang menarik di setiap daerahnya. Begitu pun dengan SMK Plus Al-Aitaam Bandung  yang berperan serta memperingati Hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-71 dengan mengadakan acara perlombaan antarguru dan siswa. Beberapa perlombaan, di antaranya, lomba tarik tambang, makan kerupuk, joged balon, fashion show baju daerah, memasukkan pensil ke dalam botol, mengambil koin dari buah pepaya, balap kelereng, dan futsal.

            Hari kemerdekaan menjadi sebuah inspirator bagi generasi muda untuk mencontoh perjuangan Bung Karno dan Bung Hatta serta pahlawan lain yang ikut berjuang dalam memerdekakan bangsa Indonesia yang  dijajah lebih dari 350 tahun oleh para penjajah. Selain itu, hari kemerdekaan juga sering menjadi titik balik masyarakat untuk kembali berjuang dalam meraih kesejahteraan. Bahkan, tidak sedikit dari masyarakat kita yang bangkit dari keterpurukan.

            Berkaitan dengan hal tersebut, untuk meraih kebangkitan, SMK Plus Al-Aitaam memperingati hari kemerdekaan dengan memanfaatkan kekreatifan siswa yang dibantu dengan guru untuk menyelenggarakan perlombaan yang bersifat edukatif dan menumbuhkan rasa nasionalisme serta patriotisme. Perlombaan yang diselenggarakan juga bisa menumbuhkan rasa ingin berjuang meraih sesuatu yang diinginkan. Begitu pun dengan meraih kemerdekaan, perlu perjuangan yang benar-benar gigih, bahkan nyawa pun bisa menjadi taruhannya.




            Tidak hanya Bung Karno dan Bung Hatta yang menjadi inspirator, kepala sekolah beserta para guru pun bisa menjadi inspirator untuk siswa, khususnya di SMK Plus Al-Aitaam. Itu bisa terlihat dari begitu sabar dan gigihnya guru mendidik siswa serta begitu ikhlasnya kepala sekolah memberi motivasi kepada para guru agar tetap semangat dalam membimbing siswa.

            Dengan diikutsertakannya guru dalam berbagai perlombaan, menambah acara semakin meriah dan terlihat kedekatan antara siswa dengan para guru. Kepala sekolah pun ikut berpartisipasi dalam acara ini dan ikut dalam beberapa perlombaan. Acara semakin meriah ketika perlombaan digabungkan antara siswa dan guru. Bahkan, semakin banyak warga sekolah yang ikut menonton perlombaan ini. Mereka sangat terhibur dengan aksi-aksi lucu guru dan siswa. Tak heran jika senyum tawa pun tersimpul dari bibir mereka. Momen ini menjadi sangat indah dan berharga karena acara ini hanya diadakan dalam satu tahun sekali.

           Dari beberapa lomba yang dipertandingkan, mengandung makna bahwa berjuang itu tidak bisa dilakukan sendiri dan tidak hanya dengan menggunakan otot, tetapi dalam perlu kerja sama dan kerja cerdas dalam meraihnya karena itu terbukti mampu membawa keberhasilan seperti yang telah dilakukan oleh para pejuang kita yang mengerahkan seluruh jiwa raganya untuk bangsa Indonesia. (Ana Mia)

RA/TK Plus Al-Ghifari Berakhlaq Islami, Mandiri, Cerdas, dan Berjiwa Wirausaha

RA/TK Plus Al-Ghifari adalah salah satu dari sekian banyak institusi pendidikan tingkat prasekolah yang bertujuan menjadi mitra orang tua dalam memfasilitasi kebutuhan anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Pola pendidikan yang mengarah kepada proses pengajuan kemandirian anak di rumah maupun di sekolah merupakan salah satu upya yang menjadi fokus RA/TK Plus Al-Ghifari serta memberikan alternatif sekolah kepada orang tua yang ingin menyekolahkan putera puterinya. Insyaallah kehadiran RA/TK Plus Al-Ghifari yang bernaung di bawah Yayasan Al-Ghifari diharapkan mampu memenuhi tuntutan tersebut.
            Penulis, selaku Kepala Sekolah RA/TK Plus Al-Ghifari, Iis Zakiah, S.Pd.I, berpandangan bahwa kurikulum di RA/TK Plus Al-Ghifari diramu dan dipadukan antara kebutuhan sains dan teknologi yang dikemas secara islami yang acuannya adalah materi kurikulum nasional, Kemenag, Dikbud, dan muatan lokal islami Yayasan Al-Ghifari.
            RA/TK Plus Al-Ghifari sudah terbiasa memulai proses pembelajaran pukul 08.00 s.d.12.00 WIB dengan menerapkan pengajaran agama yang cukup intensif dan penentuan waktu belajar yang cukup lama dibandingkan waktu belajar di sekolah pada umumnya. Hal itu disebabkan materi pelajaran yang dipersiapkan untuk kecerdasan universal. Selain mulai dikenalkan ilmu pengetahuan umum, murid RA/Tk Plus Al-Ghifari juga sejak dini sudah ditanamkan materi pendidikan aqidah akhlaq, hapalan doa, hadits, surat pendek, dan mengenal Al Quran melalui metode iqro. Pemberian materi ini yang dimaksud untul meningkatkan kecerdasan spiritual.


            Eneng Mira Nurlaela, S.Pd.I, sebagai Wakasek Bidang Kurikulum menegaskan bahwa selain meningkatkan kecerdasan spiritual, di RA/TK Plus Al-Ghifari juga dikembangkan kemampuan kecerdasan majemuk, seperti, bahasa, logika matematika, verbal-spasal, kinestetik tubuh, musik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.
            Metode pembelajaran dilaksanakan secara klasikal dan individual, pembelajaran diberikan secara tertulis, serta hapalan dan praktik yang dibantu dengan alat peraga. Pembelajaran diupayakan dalam suasana menyenangkan (fun learning) dengan tema-tema yang menarik minat anak dan disesuaikan dengan kemajuan di dunia pendidikan anak.
            Untuk menunjang program sekolah, pembelajaran di RA/TK Plus Al-Ghifari tidak hanya di dalam kelas, RA/TK Plus Al-Ghifari mempunyai program Pengenalan Lingkungan yang dilaksanakan empat kali dalam satu tahun. Pengenalan lingkungan bersifat tentatif, serta waktu dan tempat disesuaikan dengan tema yang sedang berlangsung di sekolah.
            Untuk memenuhi efektivitas pembelajaran, diupayakan jumlah siswa dalam satu kelas 20 orang dan diasuh oleh 2 orang guru yang berpengalaman.
            RA/TK Plus Al-Ghifari memiliki gedung sekolah permanen milik sendiri, play ground, masjid, antar-jemput siswa, kegiatan eksrakurikuler, forum orangtua, perpustakaan mini, dan program inklusi (sesuai kuota).
            RA/TK Plus Al-Ghifari adalah bagian yang tidak terpisah dari lembaga lain yang ada di bawah naungan Yayasan Al-Ghifari, yaitu: RA/TK, SD, SMP, SMU, SMK, SMTIK, dan Universitas Al-Ghifari. Semua lembaga tersebut memiliki benang emas yang saling berkaitan yaitu misi islami.
            Ada berbagai predikat juara yang telah dicapai oleh RA/TK plus Al-Ghifari, di antaranya, sebagai Peserta Terbaik Diorama Kota Sehat, Juara I Lomba Mewarnai se-Bandung, Juara II Menyusun Leggo, serta Juara III Lomba Menari Kreasi Guru. (Iis Zakiah)

STT Jabar Berlari Menuju Masa Depan

Sekolah Tinggi Teknik (STT) Jabar  adalah salah satu perguruan tinggi di kawasan pintu gerbang Bandung Selatan yang  menyelenggarakan pendidikan bidang teknologi terapan yang ditunjang pendidikan agama dan kewirausahaan. STT Jabar berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Al-Aitaam Bandung yang beralamat di Jl. Aceng Sali Al-Aitaam No. 1, Ciganitri, Buah Batu–Bojongsoang, Kabupaten Bandung. STT Jabar didirikan oleh H. Sali Iskandar pada 1998 dengan izin Mendikbud RI No. 057/D/O/1999 tanggal 24 Maret 1999. STT Jabar mendapatkan legalitas pendirian Teknik Industri (S1), Teknik Mesin (S1), dan Teknik Otomotif (D3). PAda 2002 berdiri Teknik Elektro (S1) dan Teknik Sipil (S1) melalui surat Dirjen Pendidikan Tinggi No. 1333/D/T/2002 tertanggal 05 Juli 2002. STT Jabar merupakan salah satu lembaga pendidikan tinggi (perguruan tinggi) legal yang memenuhi standar nasional pendidikan dan ter-akreditasi BAN PT.

               STT Jabar saat ini mempunyai visi dan misi “Menjadi Perguruan Tinggi yang unggul di bidang penyelenggaraan Pendidikan Teknologi di Jawa Barat”. Tentunya, untuk mewujudkan visi tersebut harus didukung dengan misi (1) mengimplementasikan (pengajaran) kurikulum berbasis kompetensi nasional dan internasional mencakup ilmu teknik (engineering science), (2) meningkatkan kemampuan institusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan (penelitian), teknologi, dan sumber daya manusia di bidang teknik yang unggul, kompetitif, serta inovatif, (3) ikut berperan serta dalam kemandirian masyarakat (pengabdian masyarakat), (4) menyiapkan peserta didik menjadi tenaga professional bidang teknik, (5)       Mengembangkan jaringan kerjasama (networking) dan kemitraan dengan pengguna (user).

            STT Jabar berupaya untuk dapat menciptakan sarjana yang berkompeten dan mempunyai daya saing di dunia usaha. Prospek bekerja untuk lulusannya adalah  bekerja di perusahaan BUMN dan swasta, seperti, PT Telkom, PT Pindad, PT KAI, PT DI, bank negeri dan swasta, perusahaan pertambangan, industri swasta, guru, dan dosen.

            Adapun program studi di STT Jabar yang telah terakreditasi BAN-PT adalah (1) Teknik Industri (S1) : SK BAN-PT: 145/SK/BAN-PT/Akred/S/V/2014, tanggal 23 Mei 2014, (2) Teknik Mesin (S1) : SK BAN-PT: 176/SK/BAN-PT/Akred/S/VI/2014, tanggal 19 Juni 2014, (3)  Teknik Elektro (S1) : SK BAN-PT: 275/SK/BAN-PT/Akred/S/VIII/2014, tanggal 09 Agustus 2014, (4) Teknik Sipil (S1) : SK BAN-PT: 348/SK/BAN-PT/Akred/S/VIII/2014, tanggal 30 Agustus 2014, (5) Teknik Mesin (D3) : SK BAN-PT: 401/SK/BAN-PT/Akred/Dpl-3/X/2014, Tanggal 24 Oktober 2014.

            STT Jabar pun memberikan Bea Siswa kepada mahasiswa yang berprestasi seperti (1) Beasiswa Prestasi Akademik: diberikan kepada calon mahasiswa yang memiliki prestasi akademik berupa ranking tiga besar selama di SLTA (kelas X-XII), (2) Beasiswa Prestasi Olahraga: diberikan kepada calon mahasiswa yang memiliki prestasi olahraga (pribadi/regu) berupa juara tiga besar minimal tingkat kecamatan, (3) Beasiswa Yatim dan/atau Dhuafa: diberikan kepada calon mahasiswa yatim yang tidak mampu dan dhuafa.



            Kini pada era baru 2017, era penerapan masyarakat ekonomi Asean atau lebih dikenal Mea merupakan sebuah komitmen lintas negara untuk bersama memperbaiki tatanan ekonomi sehingga mencapai kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Tentunya, kita patut optimis bahwa melalui Mea inilah berbagai peluang perbaikan bisa terwujud.

            Marilah memanfaatkan momentum Mea itu sebagai lompatan. Karyawan dan dosen haru bekerja lebih baik lagi, memompa diri untuk mencapai kinerja, kompetensi, skill, dan semangat sehingga berkontribusi lebih baik dan mampu menorehkan prestasi.

            Kita harus menyadari bahwa tujuan dari Mea adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Diprediksi bahwa pasar tunggal Asean ini akan menciptakan ratusan ribu lapangan pekerjaan baru yang berdampak pada kesejahteraan sekitar 620 juta orang yang tinggal di Asia Tenggara. Ini berarti bahwa dari setiap 100 orang yang hidup serta bekerja di kawasan Asia Tenggara, 38 orang di antaranya warga Negara Indonesia. Ditambah dengan bonus demografi yang kita nikmati hingga 30 tahun ke depan, kita optimis bahwa Indonesia pada 2019 mendatang akan menjadi salah satu negara termaju di kawasan Asia dan bukan hanya di Asia Tenggara semata.


            Dalam rangka meningkatkan kompetensi SDM yang mampu bersaing di Mea, STT Jabar menyiapkan banyak hal, seperti, memberlakukan kurikulum berbasis KKNI sejak tahun lalu, memberlakukan prasyarat lulus memiliki  sertifikat termasuk sertifikasi profesi, memberlakukan SKPI, mengadakan magang dan kerjasama dengan industri, kontraktor, konsultan, wajib menyertakan sertifikat Toefl sebagai wujud kemampuan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, serta kompetensi SDM yang dirancang juga sebagai respon terhadap tumbuhnya perguruan tinggi lain yang patut menjadi perhatian bersama.

            STT Jabar siap semakin disiplin dan bekerja keras membangun kemampuan diri di tengah Masyarakat Ekonomi Asean. (Riki Ridwan Margana)

Thursday, July 28, 2016

Infrastruktur Jalan di Bumi Parahyangan Kencana Rusak Parah

Bandung, Putera Sang Surya
Komplek Perumahan Bumi Parahyangan Kencana, Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung adalah perumahan yang didirikan sejak awal 1994 oleh Perum Perumnas Regional IV Cabang Bandung. Apabila dihitung sampai dengan 2016, usia perumahan ini sudah mencapai kurang lebih 22 tahun. Selama kurun waktu tersebut, infrastruktur jalan di perumahan tersebut tidak pernah mendapatkan pemeliharaan dan perbaikan yang memadai.
            Infrastruktur di komplek tersebut rusak parah dan tidak layak pakai. Lapisan aspalnya sudah hilang, lapisan batu-batu koral berserakan tidak beraturan, tidak rata, sebagian batu besar menonjol, banyak lubang yang digenangi air, posisinya ada yang miring, sebagian sudah tinggal lapisan tanah merah lembek dan becek, rumput tumbuh di kanan-kiri-tengah jalan, jalan tanah menurun-menanjak yang licin membahayakan, dan lain sebagainya.


            Saya teringat ucapan Kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat Dr. Ir. Drs. H.M. Guntoro, M.M., “Secara teori, kekuatan jalan atau jembatan yang dibangun dengan spek yang bagus dan layak usianya hanya sampai sepuluh tahun. Setelah sepuluh tahun, jalan atau jembatan tersebut akan rusak sehingga perlu perbaikan kembali.

Jika pernyataan Kepala Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat Dr. Ir. Drs. H.M. Guntoro, M.M. dikaitkan dengan kondisi infrastruktur jalan di Bumi Parahyangan Kencana, Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, paling tidak sudah harus satu kali pemeliharaan dan perbaikan sejak berdirinya pada 1994, yaitu pada 2005. Perbaikan dan pemeliharaan kedua harus dilaksanakan lagi minimal pada 2016. Akan tetapi, pemeliharaan dan perbaikan tersebut tidak pernah terjadi.
Bambang  Sumpena, tokoh masyarakat di sana, menjelaskan bahwa infrastruktur jalan yang ada tidak pernah dipelihara dan diperbaiki oleh pemerintah. Ia menyayangkan tidak adanya perhatian dari pemerintah. Akan tetapi, ia pun tidak terlalu menyalahkan pemerintah karena menurutnya, Perum Perumnas Regional IV Cabang Bandung, selaku pengembang, memiliki kewajiban pula dalam hal memelihara dan memperbaiki jalan di Bumi Parahyangan Kencana, Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung.


Tokoh masyarakat lainnya, membenarkan tidak adanya upaya perbaikan dan pemeliharaan terhadap jalan tersebut. Ia berpendapat bahwa perbaikan dan pemeliharaan jalan memang seharusnya dilakukan oleh Perum Perumnas Regional IV Cabang Bandung, tetapi dapat memakluminya. Ia malahan menyalahkan beberapa penghuni yang menunggak membayar cicilan hingga rumahnya dikuasai oleh pihak bank. Ia pun menduga bahwa Perum Perumnas Regional IV tidak memiliki dana untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan terhadap infrastruktur jalan disebabkan adanya tunggakan-tunggakan tersebut.
Husen Suhendi, tokoh masyarakat, mengungkapkan benarnya ketidakhadiran Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dan Perum Perumnas Regional IV Cabang Bandung dalam permasalahan infrastruktur jalan tersebut.
Dengan nada sinis, ia mengatakan, “Kalau bukan kita yang sadar, siapa lagi yang mau memperbaiki jalan?”
Ia seakan-akan berhenti berharap kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dan Perum Perumnas Regional IV Cabang Bandung untuk memelihara dan memperbaiki infrastruktur jalan di Bumi Parahyangan Kencana, Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung. Ia tidak percaya bahwa kedua institusi itu akan turun tangan memelihara dan memperbaiki infrastruktur jalan. Ia pun menyatakan bahwa hanya masyarakat yang memiliki waktu untuk melaksanakan kerja bakti yang dapat memelihara dan memperbaiki jalan dengan kemampuan seadanya, baik tenaga maupun dana.


Sudarsono, tokoh masyarakat yang menjadi penghuni Bumi Parahyangan Kencana sejak 1999, memiliki komentar yang berbeda, “Pemerintah itu aneh. Kita dipungut pajak, diminta bayar iuran. Kita sudah bayar pajak, bayar iuran, tetapi jalan-jalan di sini tidak diperbaiki.”
Heri Susanto, tokoh masyarakat, mengungkapkan hal yang senada, “Uangnya diambil, tetapi haknya tidak diberikan.”
Pajak yang mereka maksud adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), tagihan listrik, dan tagihan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Di samping itu, ada juga iuran yang harus dibayar ke kantor Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung yang disebut Iuran Desa (Urdes).
Pernyataan Sudarsono dan Heri Susanto ini menyiratkan seolah-olah pemerintah tidak adil karena mengambil uang dari rakyat, tetapi hak rakyat untuk mendapatkan pemeliharaan dan perbaikan terhadap infrastruktur jalan tidak diberikan. Mereka beranggapan bahwa uang yang dibayarkan sebagai pajak dan tagihan lainnya kepada pemerintah harus kembali lagi kepada mereka, salah satunya dalam bentuk pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur jalan. Warga yang memiliki pandangan seperti Sudarsono dan Heri Susanto ini sangat banyak, bahkan yang paling banyak di antara narasumber yang saya wawancarai.
Hal yang menarik adalah justru dikemukakan oleh Kepala Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung, Zaenal Aripin, “Memang jalan-jalan di Komplek Bumi Parahyangan Kencana rusak berat dan tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah kabupaten. Kalau masyarakat ingin jalan diperbaiki, seharusnya melakukan upaya protes kepada pihak pengembang dan Pemerintah Kabupaten Bandung.


Mereka yang Harus Bertanggung Jawab

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur jalan adalah pemerintah, pengembang, dan masyarakat. Sayangnya, dari ketiga pihak yang bertanggung jawab tersebut, baru masyarakat yang benar-benar melakukan perbaikan dan pemeliharaan. Itu pun dengan kemampuan dan waktu yang sangat terbatas. 

           Masyarakat melakukannya dengan cara kerja bakti dengan hasil yang sangat minimal. Masyarakat benar-benar menunggu turun tangannya Pemerintah Kabupaten Bandung dan pihak pengembang, yaitu Perum Perumnas Regional IV Cabang Bandung untuk memelihara dan memperbaiki jalan di Bumi Parahyangan Kencana, Desa Nagrak, Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung. Wajar masyarakat menunggu karena selama kurun waktu 22 tahun infrastruktur jalan di Bumi Parahyangan Kencana rusak parah dan tidak mendapatkan upaya pemeliharaan dan perbaikan yang berarti, baik dari Pemerintah Kabupaten Bandung maupun dari pihak pengembang, yaitu Perum Perumnas Regional IV Cabang Bandung.



Thursday, July 21, 2016

International Conference “Asean-Korea Relations: 25 Years of Partnership and Friendship

Bandung, Putera Sang Surya

Judulnya memang menggunakan bahasa Inggris, tetapi isi tulisan ini tidak akan menggunakan bahasa Inggris, kecuali sedikit.

            Judul tulisan ini merupakan judul sebuah acara yang digelar oleh International Relations Department, Parahyangan Catholic University (Unpar) yang bekerja sama dengan Korean Insitute of Southeast Asian Studies (Kiseas). Acara ini digelar di Sheo Hotel, Jl. Ciumbuleuit 152, Bandung 40142 pada Rabu, 19 Juli 2016.

            Saya diundang menghadiri pertemuan ini hanya untuk mendengarkan. Sebenarnya, acara ini digelar mirip dengan seminar yang seharusnya membuka ruang untuk diskusi, tetapi tampaknya panitia tidak membuka ruang untuk itu. Di dalam jadwal acaranya sih, memang ada diskusi, tetapi hanya diperkenankan untuk dua orang komentator atau discussant yang sudah ditentukan orangnya dan itu pun diupayakan untuk tidak ditanggapi. Seminar direncanakan hanya satu arah, yaitu hanya pemateri dan discussant yang berbicara tanpa melibatkan floor atau peserta. Akibatnya, banyak hal yang sebenarnya bisa didiskusikan dan digali lebih dalam sama sekali tidak muncul ke permukaan. Mungkin hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan waktu yang memang sangat sempit, yaitu mulai 09.00 pagi s.d. 13.00 siang. Bisa pula memang hanya untuk mempromosikan Korean Institute of Southeast Asian Studies (Kiseas) dan International Relations Departement Parahyangan University (Unpar) berikut Sheo Hotel kepada masyarakat Indonesia, khususnya para peserta tanpa diniatkan untuk mendapatkan hasil diskusi yang bernilai akademis.




            Acara ini diawali oleh sambutan-sambutan sebagaimana biasanya sebuah acara. Pertama, sambutan dari Dr. Pius Sugeng Prasetyo, M.Si., selaku Dean of the Faculty of Social and Political Sciences, Parahyangan Catholic University (Unpar). Kedua, sambutan dari Dr. Park Sa-Myung, selaku Chairman of the Board of Trustees, Kiseas. Kata-kata pembukaan disampaikan oleh  H.E. Mr. Rahmat Pramono, selaku The Indonesian Ambassador/Head of Permanent Representative to Asean. Kemudian, dilanjutkan oleh H.E. Mr. Suh Jeong-in, selaku Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary of the Republic of Korea to Asean.

            Pada sesi pertama diskusi dimoderatori oleh Dr. Aknolt Kristian Pakpahan dari Unpar. Dia memandu tiga pemateri. Pemateri pertama adalah Dr. Lee Jaehyon dari The Asian Institute for Policy Studies yang membawakan materi 25 Years of Asean-Korea Relations and Beyond: From a Slow Start To a Solid Partnership. Pemateri kedua adalah Dr. Lee Choong Lyol dari Korea University at Sejong yang membawakan materi Asean-Korea Economic Relations: A Twenty-Five Years Partnership of Cooperation and Development. Pemateri ketiga adalah Dr. Kim Hyung-Jun dari Kangwon National University yang membawakan materi Asean-Korea Sociocultural Exchanges: Developments after 1970s.

            Ketiga pemateri itu sebagian besar memaparkan mengenai sejarah dan data-data mengenai situasi dan kondisi antara Asean dengan Korea. Berdasarkan data-data itu mereka menjelaskan perlunya kerja sama yang lebih baik antara Asean dengan Korea dalam hal ekonomi. Mereka berupaya menerangkan bahwa potensi pariwisata dan Iptek Korea dapat bersanding dengan tenaga kerja Asean yang jumlahnya banyak serta dengan upah buruh yang murah.

            Ketiga pemateri itu pun dikomentari oleh H.E. Mr. Rahmat Pramono, selaku The Indonesian Ambassador/Head of Permanent Representative to Asean yang disertai berbagai masukan dan kritik.  Demikian pula komentar Dr. Sukawarsini Djelantik dari Departement of IRs Unpar menyertakan berbagai pertanyaan dan kritik. Sukawarsini mengkritik isi materi yang menggeneralisir Asean sebagai sebuah entitas yang sama. Menurutnya, Asean bukanlah suatu entitas yang sama dan sejenis, melainkan terdiri atas berbagai negara dengan banyak perbedaan. Di samping itu, Sukawarsini pun mempertanyakan tentang posisi Indonesia dalam pariwisata Korea dibandingkan dengan negara Asean lainnya. Hal yang lebih penting lagi adalah ia mempertanyakan data-data yang disampaikan pemateri karena dia sendiri pun melakukan penelitiannya sendiri yang dirasakannya berbeda dengan yang dibawakan pemateri.


            Sayangnya, moderator tidak memberikan waktu untuk tanya jawab. Bahkan, pertanyaan dan kritik dari H.E. Mr. Rahmat Pramono dan Dr. Sukawarsini Djelantik tidak ditanggapi karena alasan waktu dan memang acara tersebut tidak diagendakan untuk diskusi. Sesi pertama pun ditutup.

            Pada sesi kedua yang bertindak sebagai moderator adalah Dr. Shin Jae Hyeok dari Korea University. Ia mendampingi dua pemateri. Pemateri pertama adalah Dr. Jeon Je Seong dari Chonbuk National University yang membawakan materi Korea-Indonesia Relations: A Golden Period and Human Dimensions. Adapun pemateri kedua adalah Dr. Yoon Dae-Yeong dari Sogang University yang membawakan materi Korea-Vietnam Relations: From Enemy to Comrade.

            Pemateri pertama menegaskan bahwa hubungan Indonesia dan Korea dapat dipererat melalui berbagai sektor, misalnya, politik, ekonomi, budaya, sejarah, pendidikan yang disertai dengan penelitian. Ia pun menjelaskan bahwa korea termasuk dalam empat negara penting yang berhubungan dengan Indonesia karena telah menanamkan investasi di Indonesia dan memberikan bantuan pada solidaritas para pekerja Indonesia yang bekerja di pabrik-pabrik Korea. Indonesia pun telah berkontribusi positif terhadap korea dengan mempererat persaudaraan muslim Indonesia-Korea, pembangunan masjid-masjid di Korea, dan kerja-kerja sosial.

            Kedua pemateri itu pun dikomentari oleh Dr. Yulius Purwadi Hermawan dari IRs Department, Fisip-Unpar dan Prof. Dr. Sylvia Yazid selaku IRs Head of Department. Yulius menanggapi pentingnya kerja sama Indonesia-Korea dalam bidang pendidikan dan penelitian karena di Indonesia terlalu banyak sarjana yang berkecenderungan ke Barat, baik perspektif, referensi, maupun orientasinya. Ia menyatakan perlunya para pemikir yang bersifat Indonesian Koreanist karena pemikir seperti ini masih sangat kurang. Ia pun berharap munculnya sarjana-sarjana pribumi dengan pikiran-pikiran pribumi. Adapun Sylvia Yazid memberikan banyak kritik terhadap isi materi maupun kondisi-kondisi riil yang sebenarnya terjadi di Korea, termasuk mempertanyakan apa yang dimaksud dengan Golden Period. Ia pun mengkritik acara yang tidak memberikan kesempatan kepada seluruh peserta untuk mengajukan pertanyaan karena sebetulnya banyak hal yang ingin ditanyakan para peserta.

            Kritikan Sylvia Yazid memaksa moderator untuk membuka sesi tanya jawab. Akan tetapi, sayangnya, hanya untuk tiga penanya dan para pemateri tampaknya tidak terlau siap untuk bertanya-jawab. Jawaban-jawaban dari para pemateri tampak tidak akurat sebagaimana yang diharapkan para peserta.


            Meskipun demikian, pertemuan ini memberikan banyak manfaat bagi para peserta khususnya para mahasiswa agar lebih tertarik untuk mendalami hal-ihwal Asean, Korea, dan aktivitas Indonesia di kawasan Asean juga hubungannya dengan Korea. Dengan demikian, kajian-kajian mengenai hubungan internasional akan lebih memperkaya pemahaman bangsa Indonesia dalam melaksanakan hubungan internasional pada masa-masa selanjutnya.